Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah

Posted by Unknown On 05:54
 Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan



Beras merupakan komoditas yang sangat penting di Indonesia. Betapa pentingnya beras bagi kehidupan bangsa Indonesia, dapat dikaji peranannya dalam aspek budaya, sosial, ekonomi, bahkan politik. Produksi, prosesing, dan distribusi beras merupakan salah satu sumber pendapatan dan tenaga kerja yang besar dalam perekonomian Indonesia. Beras dikonsumsi oleh lebih dari 40% penduduk Indonesia (Damardjati, 1997). Konsumsi beras per kapita meningkat tajam dari 110 kg pada tahun 1968 menjadi 146 kg pada tahun 1983 dan kenaikan tampak lamban setelah tercapai swasembada beras. Beberapa hal yang memacu peningkatan kebutuhan beras, yaitu peningkatan konsumsi per kapita, peningkatan populasi dan perbaikan ekonomi yang mendorong bergesernya pola makan dari nonberas ke beras (Kuntowijoyo, 1991). Pada tahun 1992-1996 konsumsi beras sekitar 150 kg/kapita/tahun dan terdapat sedikit penurunan sejak terjadi krisis multidimensional tahun 1998. Fakta di lapang menunjukkan bahwa laju peningkatan produksi beras cenderung rendah setelah tercapainya swasembada beras tahun 1984, 
bahkan mulai tahun 1994 negara kita menjadi pengimpor beras lagi. Saat ini, laju peningkatan produksi beras hanya 50% dari laju pertambahan penduduk (Swastika et al., 2000).

SISTEM PENGGILINGAN PADI DI INDONESIA
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurtama et al. (1996) yang dimantapkan oleh Suismono dan Damardjati (2000) menyatakan bahwa sistem penggilingan padi, baik ditinjau dari kapasitas giling maupun teknik penggilingan akan berpengaruh terhadap mutu beras. Sistem penggilingan padi secara tidak langsung juga menentukan jumlah dan mutu hasil sampingnya, terutama bekatul dan menir. Penggilingan dengan kapasitas besar dan kontinu, umumnya menghasilkan beras dengan mutu bagus dan rendemen beras keseluruhan tinggi (63-67%). Penggilingan kapasitas besar biasanya dilengkapi dengan grader, sehingga menir langsung dipisahkan dari beras kepala. Ditinjau dari menir yang terpisahkan, maka dari sistem penggilingan ini diperoleh menir bermutu baik dengan jumlah yang banyak (3-5%). Bekatul yang dihasilkan dari sistem penggilingan ini mutunya kurang baik, karena masih tercampur dengan dedak dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala sedang, dengan sistem semi kontinu maupun diskontinu akan menghasilkan bekatul dengan jumlah cukup banyak dan mutu baik. Hal ini karena bekatul, yang dihasilkan dari mesin sosoh kedua, terpisah dengan dedak, yang dihasilkan dari mesin sosoh pertama. Apabila bekatul akan digunakan sebagai bahan pangan, maka sebaiknya hanya diambil dari hasil mesin sosoh kedua, karena tidak lagi tercampur dengan dedak (bekatul kasar) dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala kecil, yang hanya menggunakan satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit mesin sosoh umumnya menghasilkan bekatul dengan mutu kurang baik dan jumlah sedikit.

BEKATUL
Di daerah tertentu misalnya di Jawa Barat, dedak dan bekatul disamakan pengertiannya, yaitu bagian kulit ari beras yang terpisah selama penyosohan. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur keduanya dibedakan, yaitu dedak merupakan hasil penyosohan pertama (ukuran relatif kasar dan kadang-kadang masih tercampur dengan potongan sekam) umumnya digunakan sebagai pakan. Bekatul merupakan hasil penyosohan kedua (ukuran halus) sering digunakan sebagai bahan pangan. Pemanfaatan dedak/bekatul masih terbatas, karena hambatan sifat komoditas ini yang mudah rusak/tengik. Oleh sebab itu, pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan harus segar (tidak lebih 24 jam setelah digiling). Beberapa usaha pengawetan dan pemanfaatan bekatul, selain untuk pakan, diuraikan di bawah ini.

SEKAM
Sekam merupakan hasil samping penggilingan padi tertinggi (15-20%), bersifat bulky sehingga memerlukan ruang yang luas. Pemanfaatan sekam sampai saat ini antara lain sebagai media tanam untuk jamur dan tanaman hias, sebagai bahan bakar, abu gosok, dan campuran bahan pembuat genting. APESSI merupakan salah satu contoh pengering multiguna yang dikembangkan oleh Sutrisno et al. (1992). Alat pengering ini merupakan bagian dari paket peralatan produksi tepung kasava tingkat pedesaan, yang menggunakan sekam sebagai bahan bakar. Akhir-akhir, ini sekam juga dimanfaatkan sebagai campuran dalam pembuatan bata merah dan batako di daerah Bekasi.

TEKNOLOGI PEMANFAATAN YANG DITAWARKAN



Skema Industri




A. Briket Arang Sekam

Saat ini penggunaan energi rumah tangga di pedesaan sampai sekarang lebih banyak berorientasi pada penggunaan energi kayu bakar dan minyak tanah. Keadaan ini untuk masa datang akan memberikan dampak pada kerusakan lingkungan serta dampak menurunkan ketersediaan bahan bakar minyak. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan menculnya teknologi baru memberikan dampak pada meningkatnya kebutuhan akan energi.

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis, terdiri dari belahan lemma dan palea yang saling bertautan, umumnya ditemukan di areal penggilingan padi. Dari proses penggilingan padi, biasanya diperoleh sekam 20–30%, dedak 8 – 12 %, dan beras giling 50 – 63,5 % dari bobot awal gabah.

Sekam padi sering diartikan sebagai bahan buangan atau limbah penggilingan padi, keberadaannya cendrung meningkat yang mengalami proses penghancuran secara alami dan lambat, sehingga dapat mengganggu lingkungan juga kesehatan manusia. Sekam memiliki kerapatan jenis bulk density 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam padi sebesar 3300 k.kalori dan ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung karbon (zat arang) 1,33%, hydrogen 1,54%, oksigen 33,645, dan Silika (SiO2) 16,98%. Sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai berikut:

a. Bahan Industri Kimia

Contoh: Pembuatan zat kimia purfural

b. Bahan Baku industri Bangunan

Contoh: Pembuatan semen karena mengandung silika (Si02), batu bata press.

c. Energi Panas

Contoh: pembuatan briket sekam untuk keperluan rumah tangga atau pengganti minyak tanah dan gas.

Sekam yang dihasilkan dari proses penggilingan tersebut dapat dimanfaat sebagai energi biomasa (waste product energy), yang kebanyakan hanya dibakar dan dibiarkan, atau digunakan sebagai bahan pembuat kompos. Sekam sebagai biomasa bila dikaji lebih dalam ternyata mempunyai nilai kalori yang cukup tinggi antara 2900 kkal/kg – 3600 kkai/kg, sedangkan kayu bakar antara 2000 kkal/kg − 4000 kkal/kg (tergantung jenis kayu), batubara 4500 kkal/kg – 7500 kkal/kg dan batok kelapa (tempurung antara 5000 kkal/kg − 6000 kkal/kg).

Pembuatan Briket Arang Sekam Padi

Bahan yang dibutuhkan:

a. Sekam padi yang kering, sebagai bahan dasar:

b. Cerobong, sebagai media pembakaran sekam, kapasitas 15 kg/jam:


c. Kayu api, sebagai bahan bakar pada proses pengarangan sekam:


Cara Membuat:

1. Buat bara api, kemudian bara api ditutup dengan cerobong, seperti pada Gambar 2, diatas.

2. Cerobong ditutupi dengan sekam kering, akibat dari proses pemanasan pada cerobong, pembakaran terjadi tanpa menimbulkan api sehingga lambat laun sekam padi mengalami perobahan warna:



Bila sekam sudah berobah warna menjadi arang sekam, kemudian diangin-anginkan dan siap dijadikan briket sekam padi:


Pembuatan Briket Sekam Padi Secara Manual

Bahan : Arang sekam (Gambar 5)

Bahan perekat (tanah liat/kanji)

Bambu, diameter 10 cm dan tinggi 7 cm atau prolon

Cara:

a. Encerkan 1 bagian tanah liat/tepung kanji dengan 9 bagian air, kemudian larutan yang terbentuk diambil satu bagian dan ditambahkan 7 bagian arang sekam padi dan diaduk hingga merata menjadi adonan yang siap untuk dicetak:


b. Adonan dimasukkan kedalam bambu/pralon, lalu dipadatkan dan dikeluarkan dari dalam bambu/pralon secara perlahan-lahan dan selanjutnya dilakukan proses pengeringan:


Pengeringan

Bahan :

· Media penjemuran terbuat dari papan/kayu

· Briket sekam padi

Cara: Briket yang sudah dicetak diletakkan secara teratur di atas permukaan kayu penjemuran yang permukaannya rata. Penjemuran guna pengeringan briket atau mengurangi kandungan air yang terdapat dalam briket sekam dengan sinar matahari. Lama proses pengeringan tergantung dari kondisi cuaca/sinar matahari:



B. Minyak Dedak

Pengolahan minyak dedak meliputi dua faktor penting yaitu stabilisasi dan ekstraksi (Gambar 1). Stabilisasi bertujuan untuk menghancurkan enzim lipase yang ada dalam dedak sehingga rendemen minyak meningkat dan kadar asam lemak bebas menurun. Stabilisasi dapat dilakukan secara kimiawi atau menggunakan panas. Stabilisasi dengan panas menyebabkan enzim lipase dalam dedak terdeaktivasi pada suhu 100-120 derajat Celcius dalam waktubeberapa menit. Pemanasan dilakukan dengan injeksi uap panas,kontak dengan udara panas, pemanggangan atau pemasakan ekstrusif. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut mudah menguap merupakan cara terbaik untuk mengambil minyak dedak yang kadarnya kurang dari 25%. Selanjutnya minyakdedak hasil ekstraksi dipisahkandari pelarut melalui penguapan. Pelarut yang dapat digunakan adalahetanol dan n-heksan. Ampas dedak yang telah dipisahkan dari pelarut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena masih mengandung protein dan karbohidrat yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen), rendemen minyak dedak yang dihasilkan sekitar 14-17% dan kandungan protein ampas dedak hasil ekstraksi 11-13%. Dedak segar mengandung protein 12-15% dan karbohidrat 20-23%. Minyak dedak hasil ekstraksi selanjutnya dipurifikasi atau dimurnikan. Pemurnian minyak dedak sama dengan pemurnian minyak nabati lainnya. Pemurnian pada dasar-nya bertujuan untuk menghilangkan senyawa lilin (dewaxing), fosfatida (degumming), asam lemak bebas (saponification), pewarna (bleaching), dan bau (deodorization). Jika diinginkan minyak yang dapat disimpan pada suhu rendah maka pemurnian dilengkapi dengan proses winterization.

Hasil Olahan Minyak Dedak :

1. Minyak goreng bermutu tinggi

2. Margarin

3. Minuman Antioksidan

4. Suplemen Makanan

C. Pakan Ternak

Dedak padi merupakan bahan penyusun ransum unggas yang sangat populer, selain ketersediaanya melimpah, juga penggunaannya sampai saat ini belum bersaing dengan kebutuhan pangan dan harganya relatif murah dibandingkan dengan harga bahan pakan lain. Kandungan energi, protein, vitamin B dan beberapa mineral dalam dedak padi cukup tinggi, namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah dedak padi yang dapat digunakan dalam susunan ransum unggas tidak lebih dari 30% (Kratzer et al., 1974; Prawirokusumo, 1977; Sayre et al., 1988). Adapun pada ransum komersial penggunaannya sangat terbatas, yaitu berkisar antara 10 - 20% karena dapat menurunkan ketersediaan biologis mineral-mineral tertentu, terutama untuk ayam pedaging dan anak ayam yang sedang tumbuh. Haltersebut disebabkan oleh tingginya fraksi Non Detergent Fiber (Annison et al., 1995), serta adanya anti nutrisi yang salah satunya adalah fitat. (Farrel dan Martin, 1998). Dilaporkan bahwa dedak padimengandung 1,44% fosfor yang 80% diantaranya terikat dalam bentuk fitat (Halloran, 1980), sedangkan Sumiati (2005) melaporkan kadar fitat dalam dedak padi yang mencapai 6,9%.

Fitat dalam bentuk asam maupun garam fitat merupakan bentuk utama simpanan fosfor yang terdapat pada lapisan luar butir-butiran. Senyawa ini sangat sukar dicerna, sehingga fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Selain mampu mengkhelat ion-ion kalsium (Ca), besi (Fe) dan seng (Zn) untuk membentuk kompleks mineral-fitat yang sukar larut, fitat mudah bereaksi dengan protein membentuk kompleks fitat-protein yang dapat menurunkan kelarutan protein (Graf, 1983; Muchtadi, 1989). Untuk menghidrolisis fitat dalam bahan pakan dapat digunakan enzim fitase yang diisolasi dari mikroba. Salah satu jenis mikroba yang dapat memproduksi enzim fitase adalah Aspergillus ficuum (Shieh dan Ware, 1968). Teknologi fermentasi merupakan salah satu alternatif dalam upaya pemanfaatan dedak padi melalui proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan reaksi kimia lainnya. sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Penelitian mengenai kemampuan kapang Aspergilus ficuum dalam memproduksi enzim fitase dalam substrat dedak padi dengan sistem fermentasi media padat telah dilakukan Wahyuni (1995) yang memperlihatkan bahwa Aspergillus ficuum yangditumbuhkan dalam substrat dedak padi dapat menghasilkan aktivitas tertinggi, yaitu 2,529 unit aktivitas dengan lama fermentasi 88 jam.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa penambahan mikrobial fitase kedalam ransum unggas dapat meningkatkan pemanfaatan protein dan energi, serta meningkatkan ketersediaan biologic zat-zat makanan dalam rasum broiler. Selanjutnya beberapa peneliti lain melaporkan terjadinya peningkatan ketersediaan biologik mineral dalam ransum sebagai akibat penembahan microbial fitase yang meliputi P serta mineral-mineral lain seperti Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, dan K yang terikat pada fitat.


KESIMPULAN

Pemanfaatan hasil samping penggilingan padi yang beragam akan meningkatkan nilai ekonomi dan sosial. Potensi manfaat hasil samping Penggilingan padi ini dapat memberi peluang nilai tambah dalam agroindustri padi. Keuntungan yang relatif rendah dari beras, dapat ditingkatkan melalui usaha pemanfaatan hasil samping penggilingan padi tersebut.



Site search