Isra' Mi'raj dan Perintah Shalat

Posted by Unknown On 22:42
 


"Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi di sekelilingnya. Untuk kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kekuasaan kami. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui". (Q.S. Al-Isra: 1).

  Isra' adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa sedangkan mi'raj merupakan peristiwa dinaikannya Nabi Saw. dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra Miraj ini mengajarkan banyak hal kepada Nabi Saw. Dalam perjalanan isra' Beliau melihat negeri yang diberkahi Allah Swt. dikarenakan di dalamnya pernah diutus para Rasul. Sedangkan dalam perjalanan mi'raj Beliau melihat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari, dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkati sekelilingnya, supaya kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepadanya. Sesungguhnya Ia Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Al Isra :1). "Sesungguhnya ia (Muhammad) melihat Jibril (dalam rupanya yang asli) di waktu yang lain. Yaitu di Sidratul Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (Q.S An-Najm : 13-18).

Ketika Nabi Saw. sampai di Sidratul Muntaha, Allah Swt memperlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya berupa bukti-bukti wujud, keesaan, dan kekuasaan-Nya. Disamping itu diperlihatkan juga surga, neraka, perihal langit, kursi dan 'arasy. Setelah melihat semua itu keyakinan Nabi Saw. terhadap keagungan Allah Swt dan kelemahan alam dihadapan keagungan-Nya semakin kuat. Pada gilirannya keyakinan seperti ini telah melahirkan kesadaran ruhani baru pada dirinya berupa kebijaksanaan (wisdom), ketentraman dan kebahagiaan.

Berkaitan dengan Isra dan Mi’raj para teolog islam banyak berspekulasi tentang perjalanan ke langit pada malam itu, sebab hal itu menimbulkan beberapa kesulitan untuk memecahkanya. Ada yang berpendapat bahwa yang melakukan perjalanan adalah ruhani bukan jasmani, namun istri Nabi Aisyah, “Bahwa jasmaninya tidak hilang” di tentang semakin banyaknya kecenderungan untuk mengklaim bahwa perjalanan ini benar-benar secara jasmani, bahkan kaum Mu’tazilah menguatkan bahwa yang melakukan perjalanan adalah ruhaniah bukan jasmaniah. Namun mufasir Al-Qur’an kenamaan, Thabrani (awal abad ke-10), berpendapat bahwa perjalanan Nabi itu benar-benar terjadi secara jasmani, karena mereka lebih harfiyah, dan dalam Al-Qur’an sebagaimana ditekankan oleh Thabrani dengan jelas mengatakan “Allah telah memperjalankan hambaNya pada malam hari” dan “bukan jiwa hambaNya”.

Dan tidak mustahil ketika kejadian Isra Mi'raj ini banyak ditentang oleh kaum rasionalis dan mereka berdalih "mana mungkin seseorang mampu berjalan melebihi kecepatan sinar". Akan tetapi kenyataan ilmiah membuktikan bahwa setiap sistem gerak mempunyai perhitungan waktu yang berbeda dengan sistem yang lain. Bahwa kebutuhan waktu untuk mencapai suatu sasaran berbeda satu dengan yang lain. Benda padat membutuhkan waktu yang lebih lama di bandingkan dengan suara, demikian juga suara lebih lama di bandingkan dengan cahaya, sehingga kita dapat berkata bahwa ada sesuatu yang tidak membutuhkan waktu untuk mencapai sasaran. Di samping itu juga bahwa Manusia memiliki keterbatasan berpikir, dan berbatas pada eksperimen atau melakukan pengamatan terhadap gejala-gejala alam  yang dapat dilakukan oleh siapa, kapan dan dimana saja.

Isra dan mi'raj adalah salah satu mu'jizat Nabi Muhammad Saw.. Artinya itu hanya diberikan kepadanya tidak mungkin diberikan kepada manusia biasa. Namun demikian, berdasarkan petunjuknya ada amalan bagi orang-orang yang beriman yang memiliki fungsi sama dengan Mi'raj yaitu ibadah shalat. "Shalat itu mi'rajnya orang yang beriman (ash-shalatu mi'rajul mu'minín)" sabdanya.

Shalat secara bahasa berarti do'a. Doa pada hakikatnya merupakan bentuk dialog antara manusia dengan Allah Swt.. Ketika seseorang shalat, hakekatnya ia sedang bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.. Oleh karena itu secara hakiki fungsi shalat dan mi'raj sama yaitu bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.

Sejarah Perintah Shalat

Bersama Malaikat Jibril, Rasulullah saw melesat ke langit dengan berkendara Buraq. Begitu sampai di ujung langit dunia, Malaikat Jibril minta dibukakan pintu langit dan ditanya: “Siapa?”, Jibril menjawab: “Saya Jibril”, ditanya lagi: “Siapa yang bersama kamu?”, Jibril menjawab: “Muhammad”. Ditanya lagi: “Apakah ia diutus?”, Jibril kembali menjawab: “Iya”. Kemudian kalimat selamat datang pun diucapkan untuk Rasulullah saw dan pintu langit pun dibukakan.

Saat dibukakan pintu langit, Rasulullah melihat Nabi Adam di sana. Jibril lalu memperkenalkan: “Ini ayahmu; Adam,” kemudian mengucapkan salam padanya, Rasul pun ikut mengucapkan salam. Nabi Adam menjawab salam tersebut dan mengucapkan: “Selamat datang wahai Anak dan Nabi yang Shaleh.”

Perjalanan dilanjutkan ke langit kedua. Sesampainya di sana, Jibril melakukan percakapan yang sama seperti di langit sebelumnya. Setelah dibukakan pintu langit kedua, Rasul bertemu dengan Yahya dan Isa, kemudian mengucapkan salam kepada mereka dan dibalasnya dengan diikuti ucapan: “Selamat datang wahai Saudara dan Nabi yang Shaleh.” Di langit ketiga, Rasulullah saw bertemu dengan Nabi Yusuf yang menyambutnya dengan ucapan yang sama seperti nabi di langit sebelumnya: “Selamat datang wahai Saudara dan Nabi yang Shaleh”. 

Lanjut di langit keempat, Rasul bertemu Nabi Idris. Di langit kelima Rasul bertemu Nabi Harun. Langit keenam ada Nabi Musa yang mengucapkan: “Selamat datang wahai Saudara dan Nabi yang Shaleh.” Kemudian sesaat sebelum Rasul meninggalkan Musa, terlihat Nabi Musa menangis. Rasul bertanya: “Apa gerangan yang menyebabkanmu menangis wahai Nabi Musa?”, Nabi Musa menjawab: “Aku menangis karena umat Nabi (Muhammad) yang diutus setelahku akan banyak masuk surga daripada umatku.”

Kemudian perjalanan dilanjutkan ke langit ketujuh. Di sana, Rasul bertemu Nabi Ibrahim, ayah para nabi. Nabi Ibrahim menyambutnya: “Selamat datang wahai Anakku dan Nabi yang Shaleh.” Dan langsung naik ke Sidratul Muntaha, kemudian dilanjutkan ke Baitul Ma’mur. 

Baitul Ma’mur adalah tempat yang selalu dimasuki oleh tujuh ribu malaikat setiap harinya. Di sana, Rasul disuguhi tiga gelas masing-masing berisi khamr, susu dan madu. Dan Rasul lebih memilih gelas berisi susu yang berwarna putih seperti putih (fitrah)-nya diri Nabi Muhammad dan umatnya.

Di sana pula Rasulullah untuk pertama kalinya menerima perintah shalat sebagai ibadah wajib umat Islam. Saat itu, perintah shalat wajib dilaksanakan lima puluh kali setiap harinya. Rasulullah kemudian menghadap ke Nabi Musa dan menceritakan perihal ini, lalu Nabi Musa menyarankan: “Sesungguhnya umatmu akan merasa berat mengerjakan shalat lima puluh waktu setiap hari. Kembalilah kepada Tuhanmu (Allah) dan mintalah keringanan untuk umatmu.” 

Rasul pun kembali untuk meminta keringan, dan didapatlah keringan sehingga perintah shalat menjadi sepuluh waktu setiap harinya. Kemudian Rasul menghadap Nabi Musa dan menceritakan perihal ini, namun Nabi Musa kembali menyarankan seperti saran sebelumnya: “Sesungguhnya umatmu akan merasa berat mengerjakan shalatsepuluh waktu setiap hari. Kembalilah kepada Tuhanmu (Allah) dan mintalah keringanan untuk umatmu.”

Permintaan keringanan kali ini tidak dikabulkan oleh Allah swt, sehingga perintah shalat tetap sama yaitu sepuluh waktu setiap harinya. Rasul pun kembali menghadap Nabi Musa, namun Nabi Musa tetap menyarankan yang sama.

Setelah tiga kali tidak dikabulkan, Allah kemudian mengiyakan permohonan Rasul sehingga shalat menjadi lima waktu setiap harinya. Namun, bagi Nabi Musa lima waktu setiap hari masih terasa berat bagi umat Muhammad, seperti Nabi Musa sebelumnya. Maka, Nabi Musa pun menyarankan kepada Nabi Muhammad untuk kembali meminta keringanan untuk umatnya. Rasulullah berkata: “Aku telah sering meminta keringanan untuk umatku sampai aku merasa malu sendiri.”

Allah swt selain menetapkan kewajiban kepada hamba-hamba-Nya, Dia swt juga memperhatikan berbagai kemaslahatan dan kebaikan bagi mereka didalam menjalankan berbagai perintah-Nya tersebut. Allah swt tidak menginginkan adanya kesempitan dan kesulitan didalam menjalankan agamanya sehingga dapat membawa mudhrat bagi pemeluknya, sebagaimana firman-Nya :

يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ 


Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqoroh : 185)

Untuk itu Allah swt memperkenankan seorang yang didalam perjalanan untuk tidak berpuasa (berbuka), memperbolehkan bertayammum bagi orang yang tidak memiliki air untuk berwudhu, mempersilahkan seorang yang dalam perjalanan untuk menjama’ dan mengqashar shalat-shalatnya, demikianlah rahmat yang Allah berikan kepada umat Muhammad saw.

Dan diantara karunia Allah swt kepada umat Muhammad adalah meskipun shalat tersebut secara jumlah terkurangi dari limapuluh menjadi lima kali namun secara pahala maka ia sama dengan limapuluh kali. Wallahu a`lam bishawab.


Site search